Bagaimana Neo-Imperialisme Amerika Serikat Membentuk Tatanan Global?

Oleh:
Ahmad Gatra Nusantara*

 

Tatanan global dunia pada abad 21 kembali diperdebatkan ketika Michael Hardt dan Antonio Negri menerbitkan karya mereka yang berjudul Empire pada tahun 2000. Menurut Hardt dan Negri, kedaulatan negara-bangsa (nation state) telah digantikan oleh suatu kedaulatan global atau sejenis imperium besar yang mengakibatkan lenyapnya imperialisme. Kedaulatan global ini sendiri lahir dari gabungan antara negara-negara dominan, perusahaan-perusahaan multinasional, dan kekuatan-kekuatan kapitalis lain yang disatukan di bawah aturan tunggal demi mewujudkan sebuah tatanan global. Bagi Hardt dan Negri, imperialisme tidaklah sejalan dengan logika pasar dunia karena pasar butuh tempat yang nyaman tanpa adanya kekangan atau kontrol model imperialis yang dapat mengakibatkan matinya arus pergerakan kapital. Karena itu, gagasan Amerika Serikat (AS) sebagai negara pusat proyek imperialis otomatis ikut lenyap. Tidak ada lagi negara-bangsa yang menjadi pemimpin dunia.

Karya Empire dari Hardt dan Negri sontak dikritisi oleh James Petras dan Henry Veltmeyer melalui karya mereka Empire With Imperialism. Menurut Petras dan Veltmeyer, peranan kekuatan imperial di era globalisasi ini masih dominan dan bahkan semakin meningkat. Tatanan global saat ini diatur oleh model imperialisme baru yang memiliki tujuan untuk mendominasi dunia. Amerika Serikat (AS), di sini, masih menjadi kekuatan utama yang mengontrol proyek imperialis, dimana 50 persen dari perusahaan-perusahaan multinasional dunia dimiliki AS dan Washington masih berperan sebagai pusat politik dunia. Perusahaan-perusahaan multinasional dan kapitalisme global sangat bergantung kepada kekuatan ekonomi besar negara-negara imperial demi menjamin keberlangsungan operasi mereka. Selain itu, melalui World Bank dan International Monetary Fund (IMF), kekuatan imperial juga dapat mengelola krisis keuangan di negara lain sebagai alat untuk menguntungkan kepentingan ekonominya sendiri melalui Program Penyesuaian Struktural, seperti privatisasi, denasionalisasi, dan liberalisasi pasar, sehingga jalan bagi negara-negara imperial untuk mengekspansi pasar terbuka lebar.

Menurut Samir Amin, sebagaimana dirujuk Dian Yanuardy dalam prawacana buku ini, model baru imperialisme saat ini merupakan fase ketiga dari imperialisme yang sejak awal inheren dalam ekspansi kapitalisme. Fase pertama dari imperialisme terjadi pada masa ekspansi kapital oleh negara-negara Eropa. Hasilnya ialah penaklukan benua Amerika, yang didominasi oleh Inggris dan Spanyol, dengan kehendak suci untuk ‘memperadabkan dunia lain’ menggunakan dalih agama yang menyebabkan hancurnya peradaban asli benua Amerika. Fase kedua terjadi pada era revolusi industri Inggris. Negara-negara kolonial berusaha untuk mencari dan membuka pasar baru dengan menaklukan Asia dan Afrika. Hal ini berdampak pada kesenjangan yang terus meningkat hingga saat ini. Pada fase ketiga imperialisme atau imperialisme model baru, promosi-promosi semangat penegakan demokrasi, hak asasi manusia, kesejahteraan, pemerintah bersih, dan semangat pasar bebas terus ditingkatkan, dengan tujuan untuk kepentingan ekonomi kaum kapitalis.

Buku Noam Chomsky, Neo-Imperialisme Amerika Serikat (judul asli Hegemony or Survival: America’s Quest for Global Dominance), ini memperlihatkan bagaimana praktek-praktek dan strategi-strategi imperialisme baru yang dijalankan oleh kekuatan utama imperialisme, Amerika Serikat, demi mencapai dominasi terhadap negara-negara lain. Noam Chomsky merupakan seorang ahli linguistik modern, aktivis politik, profesor, dan penulis. Chicago Tribune menempatkannya sebagai intelektual paling berpengaruh ke-8 sepanjang masa, persis di bawah Plato (7) dan Sigmund Freud (8). Chomsky adalah seorang Anarko-Sindikalisme dan Sosialisme Libertarian. Pikiran-pikirannya dalam buku ini tidak bisa dilepaskan oleh ide-ide tersebut.

Buku ini sendiri terdiri dari tiga bab tentang hal-hal dalam negeri yang digunakan Amerika Serikat untuk melegitimasi imperialismenya di luar negeri, seperti pendidikan, penggunaan dalih-dalih (Demokrasi, HAM, dan sebagainya) untuk melegitimasi kerja-kerja kotor, rekayasa sejarah, manipulasi media, peran kaum intelektual, demokrasi pasar, serta bagaimana penanaman doktrin-doktrin imperialistik.

Demokrasi dan Pendidikan

Bab pertama buku ini, “Demokrasi dan Pendidikan”, yang berasal dari kuliah Chomsky di Loyola University, Chicago pada 19 Oktober 1994, dibuka dengan pemaparan dua tokoh aliran liberalisme klasik abad dua puluh.

John Dewey, salah seorang pemikir yang teori-teorinya cukup berpengaruh terhadap pemikiran Chomsky, memberikan pendapatnya tentang hubungan pendidikan dan demokrasi. Ia mengatakan bahwa tujuan utama produksi bukanlah produksi barang-barang, melainkan produksi manusia merdeka yang saling bergaul satu sama lain dalam kesetaraan (hal. 2). Sementara menurut Bertrand Russell, tujuan utama pendidikan ialah untuk menghayati nilai-nilai selain dominasi, menciptakan warga negara dari suatu komunitas yang merdeka (hal. 3). Pandangan mereka jelas bertolak belakang dengan apa yang dijalankan oleh sistem yang dominan saat ini, atau jika mengutip pendapat Chomsky “sangat bertentangan dengan dua arus utama dalam kehidupan intelektual sosial modern” (hal. 2). Dua arus utama yang dimaksud ini ialah “birokrasi merah” (Red bureaucracy) dan imperialisme, merujuk pada prediksi Mikhail Bakunin tentang salah satu arus yang akan diikuti oleh intelegensia abad kesembilan belas (hal. 13).

Dewey dan Russell juga sama-sama mengecam apa yang menjadi semangat zaman ini – suatu semangat yang menjadi dasar kritik mereka terhadap sistem pendidikan dan telah diprediksi kemunculannya oleh tokoh seperti Adam Smith dan Thomas Jefferson – yang diajarkan kepada kita untuk dikagumi dan dihormati. Semangat-semangat yang berusaha ditanamkan ini dikecam oleh pers-pers buruh AS abad ke sembilan belas. Mereka juga mencela media, universitas-universitas, dan kaum intelektual yang menjadi kaki tangan dari kaum aristokrat yang berkuasa dengan menyebut mereka sebagai “pendeta bayaran” (hal. 10). Hal-hal yang dicela inilah yang menjadi penyangga imperialisme model baru.

Bab ini lebih jauh membahas perihal praktik dan strategi propaganda AS, peran AS di dunia internasional (yang lebih jauh dibahas pada bab 2 dan 3), beserta faktor-faktor dan akibat-akibat sosial yang disebabkan oleh semangat zaman baru ini yang disertai dengan hasil-hasil penelitian dan beberapa ulasan surat kabar.

Kerja-Kerja Luar Negeri

Terkait usahanya untuk mencapai tujuan imperialisme, berbagai kerja-kerja kotor dijalankan pemerintah Amerika Serikat di negara-negara dunia ketiga. Chomsky memaparkan banyak contoh di wilayah Amerika Tengah, khususnya bagaimana intervensi-intervensi Amerika Serikat di negara-negara seperti Nikaragua (yang berusaha dirubah pemerintahannya agak mengikuti “demokrasi” ala Amerika Serikat). Selain itu kerja-kerja negara yang pemerintahannya didukung oleh Amerika Serikat, macam El Salvador, Guatemala, Honduras, dan Kosta Rika selalu dirahasiakan sedemikian rupa agar tidak diketahui oleh publik Amerika Serikat. Di dalam bab kedua buku ini yang berjudul “Keterampilan Rekayasa Sejarah” dijelaskan hal-hal seperti keterampilan “rekayasa sejarah”, kewajiban tutup mulut, pertemuan tingkat tinggi, media dan opini internasional, dan penghancuran kesepakatan-kesepakatan.

Pada bab kedua ini, peran dominan imperial AS lebih ditegaskan lagi. Kita dapat menyaksikan bagaimana AS dapat dengan sangat luar biasa mampu melangkahi segala rintangan yang dihadapinya untuk menciptakan suatu tatanan dunia demi kepentingan mereka sendiri. Perlawanan rakyat, terutama di negara dunia ketiga pemerintahan boneka AS yang masif, dapat diredam dengan cara-cara otoritarian. Lebih jauh lagi, Amerika Serikat juga seakan tidak terkena dampak dari perjanjian-perjanjian internasional yang dibuat untuk meredam atau setidaknya mengurangi laju semangat imperial AS. Mereka dapat dengan mudah mengabaikan isi-isi kesepakatan yang tidak berpihak terhadap semangat imperial dengan kekuatan ekonomi, politik, militer yang mereka miliki.

Tidak ketinggalan, pengaruh besar media juga sangat banyak dipaparkan di bab ini. Chomsky memberikan banyak contoh ulasan media-media garis utama Amerika Serikat, khususnya New York Times, Times, Washington Post, dan Boston Globe. Pada contoh-contoh tersebut, kita dapat melihat bagaimana kerja-kerja media tersebut – atau mungkin lebih tepat humas pemerintah AS – membantu kerja-kerja pemerintah demi mencapai dominasi di berbagai aspek penting. Hampir semua ulasan yang mereka sampaikan selalu memuji kebijakan-kebijakan AS, baik di dalam maupun di luar negeri, dan menyembunyikan seluruh fakta yang dapat membongkar kejahatan negara di hadapan publik – atau meminjam istilah Chomsky “para pembayar pajak”.

Demokrasi dan Pasar Bebas

Di bab ketiga, Chomsky memfokuskan pembahasan pada bagaimana doktrin serta realitas demokrasi dan pasar bebas saat ini. Ulasan di bab ini juga merupakan sebuah kuliah, yang disampaikan Chomsky pada Mei 1997 di University of Cape Town, Afrika Selatan.

Pembahasan dibuka dengan harapan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan global yang dapat dicapai bersama-sama menuju masa depan dunia yang lebih baik, yang mana juga dikumandangkan oleh para elit pemegang kekuasaan Amerika Serikat. Para elit tersebut meyakini bahwa kemenangan pasar bebas (setelah perang dingin berakhir), dengan Amerika Serikat sebagai penjaga dan model teladannya, akan membawa dunia menuju masa depan yang lebih baik (hal. 170).

Namun, masa depan cerah yang mayoritas orang idamkan tentu saja berbeda dengan apa yang diidamkan oleh para elit penguasa. Kesenjangan sosial-ekonomi justru semakin melebar, dan tidak sedikir pun niat dari para elit ini untuk mengubahnya. Jargon-jargon “demokrasi dan pasar bebas” yang selalu dielu-elukan hanya menjadi sekadar jargon untuk melegitimasi tujuan-tujuan tersembunyi yang hendak dicapai. Apa yang AS maksud sebagai demokrasi dan pasar bebas sangat berbeda dari makna sebenarnya. “Demokrasi” yang mereka maksud ialah kontrol secara komando demi melindungi kaum minoritas (kaum kaya) dari kaum mayoritas (hal. 212).

Contoh-contohnya bisa ditemukan di hampir seluruh pembahasan buku ini. Demokrasi menurut versi AS akan berusaha ditegakkan – dengan cara apapun – di negara-negara yang mereka sebut mengalami “krisis demokrasi” (demokrasi yang dijalankan dalam arti yang sesungguhnya). Praktek pasar bebas yang dijalankan oleh negeri paman sam juga sangat melenceng dari arti sebenarnya. Amerika Serikat selalu memberikan kemudahan kepada investor-investor besar mereka beserta para kaki tangan lokal di negara-negara yang mereka ekspansi. Kemudahan-kemudahan ini seperti jaminan proteksi dari negara terhadap posisi mereka di pasar global dan subsidi publik (yang jelas melanggar salah satu komponen fundamental perdagangan bebas). Praktik ini disebut sebagai “doktrin pasar bebas yang berjalan dalam kenyataan” (really existing free market doctrine) yang dianut Amerika Serikat saat ini (hal. 215).

Peran pemerintah dalam mengintervensi pasar memang sangat vital. Dua puluh perusahaan yang dimuat dalam Fortune 100 tahun 1993 sebenarnya sama sekali tak akan mampu bertahan secara independen jika pemerintah mereka tidak terjun langsung (hal. 228). Di dalam mekanisme pasar yang berjalan seperti, tentu saja, mayoritas rakyatlah yang paling dirugikan. Publik mensubsidi korporasi sekaligus menanggung dampak buruk yang dihasilkan. Seluruh keuntungan diprivatisasikan, sementara biaya dan resiko disosialisasikan (hal. 227).

Penutup

Buku ini bisa menjadi salah satu bacaan penting yang dapat membantu kita untuk memahami bagaimana sistem global yang mempengaruhi aspek-aspek penting kehidupan bekerja, dalam hal ini Amerika Serikat sebagai kekuatan utama imperialisme. Chomsky membedah secara tajam bagaimana sistem tersebut dijalankan, strategi-strategi apa saja yang mereka gunakan serta hal-hal apa saja yang menopang keberlangsungannya. Problem kesenjangan yang telah berlangsung sangat lama, dan bahkan terus meningkat, tidak lain dipengaruhi oleh kerja-kerja imperialisme global.

Jalan menuju dunia yang lebih adil dan bebas tidak akan bisa ditemukan di dunia yang dipimpin oleh kelas penguasa dengan hak-hak istimewa, sebagaimana diungkapkan Chomsky untuk kita pertimbangkan (hal. 173).

Penting kiranya untuk memahami bagaimana imperialisme gaya baru yang dikomandoi Amerika Serikat ini bekerja – yang mana akan jarang ditemukan pembahasannya di literatur-literatur mainstream – sehingga diharapkan akan timbul sikap optimistik untuk suatu perubahan, bukan sikap pesimistik yang berujung kepada apatis.

Jika pun ada anggapan atau perasaan bahwa pemikiran-pemikiran untuk perubahan itu utopis, Chomsky menyarankan agar kita “mengarahkan pandangan kepada apa yang telah terjadi di Amerika Serikat dalam beberapa tahun terakhir, kepada sebuah pelajaran penuh inspirasi mengenai apa yang bisa dicapai oleh roh manusia dan kemungkinan-kemungkinan masa depannya yang tak terbatas – pelajaran-pelajaran yang sangat dibutuhkan dunia (…) yang harus menjadi langkah-langkah berikut dalam perjuangan berkelanjutan demi keadilan dan kebebasan” (hal. 233).***

Data Buku

Judul : Neo-Imperialisme Amerika Serikat
Judul asli : Hegemony and Survival (America’s Quest for Global Dominance)
Penulis : Noam Chomsky
Penyunting : Dian Yanuardy
Penerjemah : Eko Prasetyo Darmawan
Penerbit : Resist Book, Yogyakarta
Cetakan : 2008
Halaman : xiii + 232 hlm.

 

*) Penulis adalah Mahasiswa Sastra Universitas Negeri Malang. Alumni Sekolah Ideologi dan Gerakan Sosial ke-IV Intrans Institute

Sumber Gambar : https://foreignpolicy.com/2011/09/20/this-years-hugo-chavez-reading-list/

Tinggalkan Balasan