Catatan Pintu Masuk
I
“Nak, untuk melawan segerombolan penindas, kau harus berani bergerak!
Membaur dalam barisan orang-orang baik yang sadar akan hukum dan gerakan!”
Lampu hijau dari kata-kata seorang guru
Menyala di dadaku
Sekawanan pendusta membolak-balik meja keadilan
Demi mengesahkan butir-butir kejahatannya
Pasal dan ayat-ayatnya terbungkus rapi
Seperti paket delivery order
Siap dihantarkan pada tuannya
Kenyataan tersiar di udara;
Seorang ahli hukum hilang jujurnya
Di tangannya tergenggam peluru kertas
Mangsanya adalah cinta yang dikebiri
Cinta yang dilemahkan
Cinta itu berupa bunga-bunga
Yang mekar di tengah-tengah akar rumput
Ialah rakyat sebangsanya sendiri
II
Gula-gula telah ditaburkan dari atap gedung raksasa
Ada yang meracik dalil agama
Ada yang membungkus kado penelitian; semu
Ada yang mengenakan topeng sang intelek
Ada yang menawarkan dirinya sebagai konsultan politik
Siapakah yang turut campur menggembalakan keadaan?
Siapakah pengambil langkah mula-mula?
Pengatur kendali di lapangan?
Musuh-musuh telah memasang radarnya
Mereka akui dirinya sebagai saksi dan korban
Di atas podium mereka lantangkan suaranya
Demi nama dan simpati
III
Jalar-menjalar bunga-bunga ke dalam pagar
Mencari pintu masuk
Menyeret lawannya keluar
Lihatlah mimik wajah seorang pendusta
Seperti apa senyumnya?
Malang, 2017
Neraka dalam Pandangan seorang Musafir
Kulihat ia di lingkaran mata seorang Musafir;
Lautan bara api yang disulap menjadi taman-taman kenikmatan
Orang-orang saling berduyun mengunjunginya
Jalur darat, laut dan udara tak kunjung sepi
Lalu-lalang wisatawan di akhir pekan selepas kerja
Melewati jutaan papan nama;
Jalan raya sampai gang-gang birahi
Setiap jalannya dihiasi tanaman pohon-pohon Khuldi
Sebuah perjalanan takjub sekaligus menyenangkan
Dipandu para guide ternama;
Setan, Iblis dan rekan-rekannya
Gerbang neraka dibentangkan setelah peristiwa kejatuhan;
Adam, Sang Musafir pertama di muka bumi
Hingga catatan berdarah tentang Qabil dan Habil
Dan setiap keturunannya yang tersungkur
Di bawah kendali hawa-nafsunya
Tangan-tangan membelah lautan jadi jembatan
Hutan rimba jadi perkebunan pribadi dan kota-kota
Udara jadi halimun sarang penyamun
Jutaan otak jadi dadu
Jutaan hati jadi bidak catur;
Kekuasaan
Neraka telah direkayasa:
Di tangan seorang konglomerat, ia dirancang jadi perusahaan berkelas,
hotel-hotel berbintang, bartender level ‘predator’ dan taman-taman kota
Di tangan seorang birokrat, ia dibangun jadi gedung-gedung raksasa dan
medan judi perpolitikan
Di tangan seorang intelek, ia disusun jadi pabrik bahasa yang berkilauan
Dan tangan-tangan lainnya saling menjulur
Menjadi sisa-sisa kepentingan
Di antara mereka yang merapatkan barisan
Malang, 2015
Pabrik Bahasa
Kau masuki paru-paru dunia
Kau tebangi pohon-pohonnya
Kau seret mereka jauh ke negeri Nun
Kau kumpulkan segudang nama-nama
Kau susun mereka dengan sampul yang rapi
Seperti menata batu-batu
Menjadi sebuah berhala
Jogja, 2016
—————————————————-
*Setiap hari Senin, redaksi akan menayangkan kumpulan puisi karya A. Musawwir.
Tentang Penulis: A. Musawir, Lahir pada 07 Mei 1989, Pamekasan, Madura. Minat belajar sastra, khususnya puisi dan karya fiksi. Pernah tinggal di Jogjakarta, mendalami karakter sebagai penjual Es Tebu di Jl. Gedongkuning, Pilahan, Kotagede (2016). Ketua Komunitas Seni-Budaya Lembah Ibarat, Kalimetro, Malang (2013-2014). Kepala Divisi Pendidikan Publik Malang Corruption Watch (MCW) (2013-2015). Singgah di Jurusan Bahasa dan Sastra Arab, Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang (2008-2009), mutasi ke Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris di kampus yang sama (2009-2012/tidak lulus). Kini penulis tinggal di Kota Malang bersama istri tercintanya, mendalami karakter sebagai penjual Molen Mini di daerah Watugong, Lowokwaru.
Sumber gambar utama: shutterstock.com