Ray Acheson
Dengan menyebarnya COVID-19 ke seluruh penjuru dunia, pola-pola neoliberal yang lazim dan berbahaya juga ikut menyebar. Saat masyarakat disibukkan bertahan hidup dari virus ini —tidak hanya secara fisik, tetapi juga secara ekonomi, sosial, dan psikologis— kelas kapitalis berusaha menerapkan segenap agenda politik dan ekonomi demi memastikan kelangsungan hidupnya sendiri setelah krisis. Mereka juga mengupayakan kehendak untuk melampaui batas-batas dari apa yang biasanya terjadi pada masa “normal”. Mereka dengan gigih memaksakan kebijakan yang lebih kejam dan brutal untuk memeras apa saja yang bisa ia serap dari sisa dunia ini demi keuntungan dan kekuatannya sendiri.
Kapitalisme Bencana
Upaya-upaya yang dilakukan tersebut tidak benar-benar baru. Lebih dari satu dekade lalu penulis dari Kanada, Naomi Klein dalam bukunya The Shock Doctrine[1] menyebut ini sebagai “Kapitalisme Bencana” (Disaster Capitalism) [2]. Ia mengungkapkan bagaimana bekerjanya ideologi neoliberal melalui korporasi-korporasi besar dan segmen-segmen elite kapitalis lainnya dengan menggunakan momen-momen krisis untuk mengubah kebijakan politik dan ekonomi demi keuntungan akumulasi modal mereka. Upaya ini berjalan dengan baik, melalui kapitalisme Virus Corona[3].
Ada banyak cara bagaimana para kapitalis bencana saat ini bekerja demi meraup keuntungan dari krisis dan memastikan keberlanjutan dominasinya begitu krisis ini selesai. Dari pada melindungi keberlanjutan kerja kelas pekerja, bailout yang dikeluarkan dari korporasi-korporasi besar sekarang ditujukan untuk melindungi profit margin[4]. Coba lihat, di saat perusahaan maskapai penerbangan mem-PHK banyak karyawannya dengan tanpa pesangon, di saat itu pula mereka mendapatkan bailout miliaran dolar[5]. Mekanisme jaminan sosial yang digembar-gemborkan sedang dibongkar habis-habisan. Perusahaan farmasi dan spekulan meraup untung besar-besaran[6]. Semua indikasi itu menunjukkan bahwa hal seperti ini akan lebih sering terjadi ke depannya. Tidak peduli bahwa ini merupakan dampak dari kebijakan ekonomi neoliberal yang menghancurkan sektor kesehatan publik di sebagian besar negara[7], yang sekarang membuat mereka harus berjuang habis-habisan demi memenuhi banyaknya kebutuhan di tengah krisis seperti ini. Apa yang sebenarnya terjadi? Jawaban dari mereka yang merancang sistem seperti ini kurang lebih sama saja, malah jauh lebih buruk.
Serangan Anti-Lingkungan
Serangan terhadap kebijakan perlindungan lingkungan saat COVID-19 ini merupakan aspek kunci dari bagaimana agenda neoliberal dijalankan di saat kita sekarang hidup di era climate change. Peningkatan kekhawatiran global terkait dengan krisis lingkungan, serta tuntutan untuk segera bertindak demi mengatasi bencana lingkungan akhir-akhir ini setidaknya berdampak pada berkurangnya keuntungan perusahaan-perusahaan minyak, gas, dan batu bara. Hal ini juga memaksa beberapa perusahaan untuk mempertimbangkan lebih jauh bagaimana dampak emisi karbon mereka serta dampak-dampak lingkungan lain yang mereka timbulkan.
Maka tidak heran, jika mereka yang paling mendapatkan untung besar dari industri-industri tersebut akan berusaha untuk menggunakan momen krisis ini untuk menghantam kebijakan-kebijakan yang mengatur tentang perlindungan lingkungan, dan tentunya demi untuk melanjutkan proyek-proyek besar mereka. Meskipun nantinya mereka tahu akan berhadapan dengan perlawanan dan pengawasan dari publik.
Konstruksi Penghancuran
Sebulan yang lalu Kanada berada pada posisi lockdown berbeda. Gerakan Shut Down Canada[8] menyeruak di seluruh penjuru negeri. Ini dipicu dari pertikaian antara Pemerintahan Kanada dan First Nation (semacam Aliansi Masyarakat Adat Kanada) terhadap pembangunan pipa gas di tanah Wet’suwet’en British Columbia. Rakyat Wet’suwet’en telah memblokade proyek Coastal GasLink selama berbulan-bulan[9]. Sebelumnya, mereka juga melawan beberapa perusahaan minyak dan gas dengan membangun blokade. Setelah pemerintahan Trudeau mengirimkan Royal Canadian Mounted Police (Kepolisian Negara Kanada), gerakan Shut Down Canada bermunculan di seluruh penjuru negeri[10]. Akhirnya, dibuatlah peraturan pemerintah yang disusun antara negara, Kementerian Hubungan Masyarakat Adat, dan perwakilan dari masyarakat Wet’suwet’en, yang ditetapkan sebagai heredity chief (masyarakat adat). Lalu tidak lama, Virus Corona tiba di Amerika Utara.
Di tengah upaya global untuk meminimalisir penyebaran virus, TC Energi (perusahaan pipa gas), terus beroperasi dengan perlindungan dari Kepolisian Kanada. Ini membuat para pekerja yang hidup dan bekerja dengan berdekat-dekatan rentan sekali terpapar Virus Corona. Tak pelak, ini nanti berdampak pula pada masyarakat adat yang hidup di sana juga rentan terinfeksi[11]. Tentu akan terjadi kerusakan lingkungan, di mana selama ini First Nations (Aliansi Masyarakat Adat Kanada) sudah berjuang mati-matian untuk mencegahnya. Tidak cukup hanya dengan satu proyek pipa gas, TC Energi juga mengumumkan[12] bahwa mereka akan melanjutkan pembangunan pipa gas Keystone XL[13] yang sudah lama tertunda dan penuh kontroversi –dengan bantuan berkedok “investasi strategis” 1,1 miliar USD dari provinsi Alberta.
Bukan hanya industri minyak dan gas yang mencoba mengambil keuntungan dari situasi ini. Industri nuklir juga sepertinya memanfaatkan momen ini. Di Kroasia, pemerintah berusaha untuk melanjutkan pembangunan tempat pembuangan limbah radioaktif di dekat perbatasan dengan Bosnia dan Herzegovina. Padahal kasus ini sudah dipersengketakan sejak lama. Setelah bertahun-tahun protes oleh aktivis Kroasia dan Bosnia, pemerintah Kroasia menggunakan dalih Virus Corona dan gempa bumi yang baru-baru ini melanda Zagreb untuk melanjutkan proyek. Di Amerika Serikat, Komisi Pengaturan Nuklir telah mengeluarkan proposal untuk membuang limbah radioaktif di tempat pembuangan sampah kota, alih-alih fasilitas berlisensi. Dan Departemen Energi sedang berusaha untuk meningkatkan 49 persen kegiatan persenjataan nuklir di Laboratorium Nasional Los Alamos. Serta menambah pembangunan laboratorium persenjataan nuklir seantero negeri.
Menjungkirbalikkan Perlindungan bagi Rakyat dan Lingkungan
Pemerintahan Trump juga telah memerintahkan Badan Perlindungan Lingkungan untuk menunda penegakan hukum (terhadap perusakan) lingkungan selama krisis Virus Corona dan telah menurunkan standar emisi bahan bakar untuk kendaraan yang dijual di AS. Pemerintah negara bagian Kentucky, South Dakota, dan Virginia Barat bahkan menggunakan dalih COVID-19 untuk menyusun undang-undang yang memberlakukan hukuman pidana baru pada protes-protes yang berkaitan dengan infrastruktur yang berbahan bakar fosil[14].
Represi aktivis lingkungan dan lainnya juga meningkat di tempat lain di seluruh dunia. Di Burkina Faso[15], misalnya, mereka yang menyuarakan penggelapan mineral oleh pemerintah yang berkolusi dengan perusahaan pertambangan asing dilarang untuk melakukan demonstrasi, dan pelarangan ini dilakukan secara sistematis. Hal lain seperti pembungkaman aktivis juga sering terjadi. “Covid-19 menyumbang virus “tambahan” pada sebuah negara yang sudah “kalah”, tulis Didier Kiendrebeogo dari Organisasi Démocratique de la Jeunesse (ODJ)
Menjadi Saksi
Ini memang hanya beberapa contoh dari seluruh gambaran dunia. Masih banyak, akan bertambah, dan hari tiap hari tampaknya akan membawa tamparan-tamparan baru. Tidak hanya pada lingkungan, namun juga hak asasi manusia, demokrasi, dan bagaimana keberdayaan mayoritas rakyat untuk bisa bertahan hidup dari krisis ini dan apa pun yang menimpa mereka ke depannya. Kami menyaksikan apa yang digambarkan oleh mantan senator Partai Hijau Australia, Scott Ludlam, sebagai peluang yang sangat bagus agar “segera bergegas untuk mengkonsolidasikan kekuatan di tengah-tengah trauma masif”[16].
Selama krisis ini berlangsung, perhatian publik teralihkan dengan tepat pada hal-hal yang berkutat kenapa perusahaan-perusahaan sedang berusaha untuk memutakhirkan proyek-proyek anti-lingkungan, memfasilitasi proyek-proyek dengan semangat kebaruan? Dan inilah tepatnya mengapa kita tidak bisa mengalihkan pandangan kita dari perbuatan-perbuatan mereka sebagaimana kita membantah dengan meningkatnya krisis dikarenakan Virus Corona.
Krisis ini terkait erat. “Keduanya berakar pada model ekonomi dunia saat ini, yakni mengejar pertumbuhan tanpa batas dengan mengorbankan lingkungan tempat kita menggantungkan hidup—dan keduanya adalah mematikan dan mengacaukan”, tulis Vijay Kolinjivadi dalam artikel Wabah Virus Corona Adalah Bagian dari Krisis Perubahan Lingkungan yang diterbitkan di Aljazeera[17]. Kegagalan yang dikandung pada Virus Corona atau perubahan lingkungan juga dampak dari ekonomi kapitalis. Pemahaman terkait hal ini menjadi penting untuk membangun alternatif bagi ekonomi dan lingkungan kita.
Imajinasi Feminis
Sudah menjadi keharusan bagi kita untuk memahami bagaimana keterkaitan dan hubungan dari sebuah krisis yang kita hadapi dalam rangka untuk mengatasi krisis itu sendiri. Namun kita juga membutuhkan pengetahuan[18] dan imajinasi feminis[19] untuk menempa jalan yang akan kita tuju ke depan.
Seperti yang ditulis Lola Olufemi[20], “Feminisme adalah proyek politik tentang apa saja yang bisa terjadi. Feminisme selalu melihat ke depan, mereka-reka masa depan belum bisa kita pahami. Ini adalah jalan harapan, ber-asa, dan bertujuan pada segala sesuatu yang sekarang dianggap mustahil. Feminisme adalah tugas yang harus didekati dengan serius —kita harus merenungi batas-batas dunia ini dan kemungkinan apa saja yang terkandung dalam dunia yang bisa kita buat bersama.”
Ini merupakan bagian dari aktivisme[21] yang perlu kita libatkan selama masa krisis. Kita mendukung pemogokan pekerja dari Amazon, Instacart, dan Whole Foods. Kita bekerja untuk pekerja upahan. Kita menuntut terpenuhinya Alat Pelindung Diri (APD) bagi tenaga medis dan dokter di seluruh dunia. Kita berjuang untuk pembebasan rakyat dari jeratan penjara dan pusat penahanan imigran. Kita menuntut penangguhan sewa dan pinjaman mahasiswa. Kita menyumpah serapah serta menolak pembangunan dan investasi pipa gas. Kita terlibat dalam kerja solidaritas untuk memastikan para tetangga kita memiliki akses makanan dan para orang tua kita tidak akan terlilit masalah ekonomi. Tetapi, yang tidak kalah penting, kita juga perlu untuk mengimaninasikan sebuah dunia di mana kita tidak perlu melakukan kerja-kerja dan tindakan-tindakan itu.
Kita perlu membangunnya, mewujudkannya.
Aktivisme Persisten
Kita tahu bahwa aktivisme berjuang untuk membuat perubahan. Memang, itulah satu-satunya hal yang kita miliki. Kita tahu bahwa menciptakan keadilan sosial sepanjang sejarah kehidupan telah membawa kita pada hak-hak yang telah kita capai dan kebebasan yang kita menangkan saat ini.
Mengidentifikasi bahwa kapitalisme merupakan akar penyebab berlanjutnya penindasan kita sekarang adalah titik awal untuk membangun sesuatu yang baru. Tetapi kita juga membutuhkan komitmen untuk berubah.
Ini membutuhkan rekonsiliasi dengan ilmu pengetahuan tentang perubahan iklim, yang membuatnya jelas bahwa “bisnis seperti biasanya” dalam ekstraksi dan penggunaan bahan bakar fosil tidak lagi memungkinkan. Ini bukan berarti menggugurkan industri minyak dan gas, tetapi untuk membantu kelas pekerja[22] agar bisa bertahan dari krisis dan mengajak untuk bertransisi pada industri hijau. Ini berarti kita harus “berinvestasi” pada pengembangan energi terbarukan dari pada proyek-proyek tambang pasir dan pipa gas. Ini berarti juga mempertimbangkan bagaimana nantinya kita semua hidup di planet ini, dan aspek apa saja yang berbahaya, dan apa saja yang bermanfaat.
Jika kita bisa menyesuaikan hidup kita dengan Virus Corona, kita bisa menjadikannya untuk mencegah dan mengurangi dampak terburuk dari dampak perubahan lingkungan yang sudah diperkirakan. Ini berarti berpedoman pada ekonomi yang lebih rendah mengeluarkan karbon, lebih sedikit industri[23]. Ini berarti kita harus bergeser pada penguatan ekonomi lokal dan mengakhiri factory farming (pangan, pakan, dan pertanian industrial)
Perubahan-perubahan ini juga berarti menjauh dari militerisme. Di mana dalam artian mendesak gencatan senjata global[24], menutup pabrik-pabrik persenjataan[25], menghentikan modernisasi dan produksi senjata nuklir, dan mengarahkan sumber daya umum dari senjata dan perang menuju kesejahteraan sosial dan lingkungan. Ini berarti kita harus belajar menyelesaikan perbedaan-perbedaan kita tidak melalui konflik yang berdarah-darah, namun dengan dialog dan rekonsiliasi.
Kita punya kesempatan untuk memulai tugas-tugas ini sekarang. Krisis ini mampu menyatukan kita dalam bingkai solidaritas: tidak hanya berusaha untuk menurunkan kurva penyebaran virus, namun juga melindungi lingkungan kita bersama, dan memperkuat dan mempertahankan kesejahteraan semua orang. Kita, perlu memastikan itu semua terjadi.
Catatan Kaki
[1] https://naomiklein.org/the-shock-doctrine/
[2] https://www.vice.com/en_us/article/5dmqyk/naomi-klein-interview-on-coronavirus-and-disaster-capitalism-shock-doctrine
[3] https://www.democracynow.org/2020/3/19/naomi_klein_coronavirus_capitalism
[4] https://www.jacobinmag.com/2020/03/union-australia-morrison-state-intervention-nationalization
[5] https://corporatewatch.org/coronacapitalism-companies-cashing-in-part-2-airline-bailouts-travelodge-blackstone-goldman-sachs-wren-kitchens/
[6] https://corporatewatch.org/corona-capitalism-some-of-the-companies-cashing-in-on-the-crisis-from-bezos-to-big-pharma/
[7] https://www.wilpf.org/covid-19-what-has-covid-19-taught-us-about-neoliberalism/
[8] https://twitter.com/search?q=%23ShutDownCanada&src=typed_query
[9] https://unistoten.camp/
[10] https://twitter.com/DylanPenner/status/1232094337913249792?s=20
[11] https://nonprofitquarterly.org/pipeline-builders-exploit-the-moment-on-wetsuweten-frontlines/
[12] https://business.financialpost.com/commodities/energy/tc-energy-to-proceed-with-keystone-xl-pipeline-after-1-5b-investment-from-alberta-government
[13] https://www.bbc.com/news/world-us-canada-30103078
[14] https://www.huffpost.com/entry/pipeline-protest-laws-coronavirus_n_5e7e7570c5b6256a7a2aab41?ncid=engmodushpmg00000006
[15] https://roape.net/2020/03/26/out-of-control-crisis-covid-19-and-capitalism-in-africa/
[16] https://twitter.com/Scottludlam/status/1240419908602609664?s=20
[17] https://www.aljazeera.com/indepth/opinion/coronavirus-outbreak-part-climate-change-emergency-200325135058077.html
[18] https://www.ucpress.edu/book/9780520243811/the-curious-feminist
[19] https://gal-dem.com/why-imagination-is-the-most-powerful-tool-that-feminists-have-at-our-disposal/
[20] https://gal-dem.com/why-imagination-is-the-most-powerful-tool-that-feminists-have-at-our-disposal/
[21] https://www.jacobinmag.com/2020/03/union-australia-morrison-state-intervention-nationalization
[22] https://newmatilda.com/2020/03/19/we-need-wage-guarantees-and-radical-restructure-not-more-stimulus/
[23] https://ecohustler.com/nature/5-ways-coronavirus-could-help-humanity-survive-the-ecological-crisis/?fbclid=IwAR2Xi8G4RHHrP-jXrs4YmSeDTvVSKAsVbF_84W4cIAkv34SSzRXoHcmh2Pg
[24] https://news.un.org/en/story/2020/03/1059972
[25] https://www.wilpf.org/from-ceasefire-to-divestment-and-disarmament/
Tulisan ini diterjemahkan dari www.wilpf.org oleh Abdul Hafidz Achmad. Dipublikasi di sini untuk tujuan pendidikan.
Gambar: themedium.ca
Baca Juga:
Pemanasan Global, Virus Bukan Solusi!
Kapitalisme ‘Mereproduksi’ Pandemi
Covid-19 dan Mendesaknya Internasionalisme Proletariat