Ferderikus Ama Bili
*
Setiap tahun, terjadi peningkatan migrasi dan pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar Negeri. Berbagai perlakukan diterima oleh para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri, penyiksaan yang menimbulkan cacat hingga kematian, bahkan ada yang dikurung sekamar dengan anjing dan penyiksanya dibebaskan oleh pengadilan. Bahkan ada yang jari telunjuk dicopot, tulang belakang patah, dan lidah dipotong dan masih banyak lagi.
Mengapa jumah TKI semakin tahun semakin bertambah? Apa hubungan antara reproduksi TKI dengan sistem kapitalisme?
Teori Akumulasi Primitif
Dalam khazanah Marxisme, terdapat konsep yang dinamakan sebagai akumulasi primitif. Akumulasi Primitif adalah proses historikal perceraian produsen dari alat-alat produksi. Ia muncul sebagai “primitif” karena ia merupakan prasejarah kapital, dan dari cara produksi yang bersesuaian dengan kapital.[1] Dengan kata lain, akumulasi primitif adalah akumulasi yang terjadi sebelum akumulasi kapital, sehingga beberapa ilmuan sering menyeutnya akumulasi primer. Akumulasi primitif memungkinkan transisi dari feodalisme ke kapitalisme.
Akumulasi primitif sudah terjadi sejak abad ke 14, walaupun kapitalisme baru lahir abad ke-16. perampasan tanah milik, perenggutan wilayah-wilayah secara curang, pencurian dan penyerobotan tanah-tanah feodal (dalam kepentingan akumulasi kapital) semuanya itu termasuk dalam metode-metode umum dari akumulasi primitif.
Tujuan akumulasi primer ada tiga. Pertama, tentu saja adalah meningkatkan kapital. Ini sudah jelas. Tapi bukan cuma itu, karena lewat akumulasi primer ini jugalah, kedua, para pemilik modal mendapatkan suplai tenaga kerja. Karena tidak lagi memiliki akses pada alat produksi dan sumber daya alam, maka tidak ada jalan lain untuk bertahan hidup bagi mereka yang sebelumnya produsen ini selain menjual tenaga kerjanya kepada pemilik modal, atau dengan kata lain, menjadi proletar. Dan yang ketiga, yang juga tidak boleh diabaikan adalah bahwa akumulasi primer memperluas pasar. Wilayah-wilayah yang corak ekonomi masyarakatnya subsisten, kini harus membeli produk-produk untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Ulasan tentang akumulasi primitif ini di atas tidak bisa digeneralisasi dalam konteks wilayah demi wilayah, karena kapitalisme bekerja secara Global.[2] Sebab, besarnya jarak (Margin) ekonomi antara Utara dan Selatan[3] juga menjadi keuntungan bagi kapitalis sehingga bisa mendapat buruh migran yang lebih murah, terutama pada region dimana banyak produksi dialihkan ke sana.[4] Meski demikian, akumulasi primitif ini masih terjadi dalam bentuk peruasan produksi. Dengan perluasan ini, kapitalisme mampu berekspansi dan dengan demikian memperpanjang nafasnya. Problem kelebihan produksi (overproduction) dan kurangnya konsumsi (underconsumption), yang pasti terjadi jika pertumuhan kapital terisolasi dalam satu wilayah, menjadi teratasi karena muncul konsumen-konsumen baru.
Investasi dan Reproduksi Pekerja Migran
Di Indonesia, perluasan produksi ini seetulnya dapat dilihat dari grafik pertambahan jumlah investasi langsung (direct investment) di Indonesia yang ditunjukkan oleh grafik di bawah ini:
Keterangan:
P : Proyek
I : Investasi
PMDN (Penanaman modal dalam negeri) dalam Milyar Rupiah
PMA (Penanaman Modal Asing) dalam Juta USD
Namun demikian, meningkatnya investasi itu berkorelasi langsung dengan meningkatnya konflik agraria dalam 3 tahun terakhir. Laporan akhir tahun Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dalam 3 tahun terakhir ini mencatat bahwa pada 2016 terdapat 450 konflik, dengan luasan wilayah 1.265.027 hektar dan melibatkan 86.745 KK, pada 2017 terdapat 659 konflik dengan luasan 520. 491,87 Hektar, dengan melibatkan 652.738 KK, Sepanjang tahun 2018 KPA mencatat sedikitnya telah terjadi 410 kejadian konflik agraria dengan luasan wilayah konflik mencapai 807.177,613 hektar dan melibatkan 87.568 KK. Untuk memudahkan, perhatikan tabel di bawah ini:
Artinya, ketika tanah-tanah rakyat itu dirampas oleh korporasi untuk kepentingan investasi, orang-orang yang pada awalnya memiliki alat-alat produksi dalam bentuk tanah kini terpaksa menjadi pekerja, baik di wilayahnya maupun migrasi. Jadi, bukan kebetulan jika meningkatnya investasi, konflik agraria, berhubungan dengan meningkatnya pekerja migran.
Data BNP2TKI (Badan Nasional Penetapan dan Perlindungan Tenaga Kerja indonesia) untuk 3 tahun terakhir menunjukan grafik jumlah buruh Migran[5] yang meningkat setiap tahunnya dimana pada tahun 2016 ada sekitar 234.451 pekerja migran, tahun 2017 sekitar 262.899 orang, dan meningkat lagi pada 2018 dengan jumlah 283.640 seperti ditunjukkan tabel di bawah ini:
Tanggung Jawab Kelas Pekerja
Bagi seorang yang belajar sungguh-sungguh dan tidak pernah hilang (berdiri teguh) pendiriannya untuk membela rakyat tertindas, maka ini dampak-dampak investasi yang digenjot oleh pemerintah terhadap reproduksi pekerja migran menunjukkan bahwa sistem ini (kapitalisme) sudah salah sejak dalam pikiran,[6] mereproduksi kelas pekerja dan terus mengancam kehidupan umat manusia. Bukan jaminan kelas pekerja yang terserap dalam sistem ini akan bekerja selamanya (tidak di-PHK) karena salah satu logika yang berlaku diantara para kapitalis adalah kompetisi.
Dengan melihat semakin masifnya proses akumulasi primer dalam konjungtur hari ini maka kelas pekerja global harus mengambil sebuah posisi murni yang tidak tergoda dengan agenda-agenda tidak masuk akal seperti merubah dari dalam untuk melawan ofensif imperialisme hari ini. Penting juga gerakan buruh global menuyusun strategi dan membentuk aliansi dengan kekuatan-kekuatan perlawanan lain yang berbagi visinya tentang dunia di luar neoliberalisme, imperialisme, dan, akhirnya, kapitalisme. Juga, perlu semakin kuatnya persatuan pekerja baik dalam maupun di luar negeri dengan visi membangun sebuah wadah politik (partai) yang memuat suara mereka ke depan.
Selamat menyongsong May Day!
*) Penulis merupakan anggota Kristen Hijau Indonesia
[1] Lih Karl Marx, Kapital: Sebuah Kritik Ekonomi Politik Vol 1, Hasta Mitra, 2004
[2] https://monthlyreview.org/2019/03/01/global-commodity-chains-and-the-new-imperialism/
[3] Pemakaian Istilah Utara-Selatan ini dipilih karena pada pengistilahan dunia ke-1, ke-2, dan ke-3, negara dunia kedua sudah mulai sulit ditemukan (bahkan beberapa menjadi bagian dari imperialisme atau sebaliknya). Utara mencakup Amerika Utara, Eropa Barat, Sebagian Negara-Negara Asia Timur, sedangkan selatan meliputi Afrika, Amerika Latin, dan Negara- Negara Berkembang di Asia dan Timur Tengah.
[4] Dalam Kondisi monopoli kapital hari ini banyak produksi yang tidak berpusat di negara Imperialis, Namun dialihkan ke Negara periferi dan semi periferi (tergantung pada logistic and supply chain cost)
[5] Pekerja Migran Khususnya bidang domestik (Rumah Tangga) dimulai dengan Filipina, Thailand, India, dan Nepal sejak 1970an, sedangkan Indonesia datang belakangan, pada akhir 80an dan tumbuh dengan pesat setelah pertengahan 90an (studi kasus: Hong Kong). Bahkan pada tahun 2017, ada sekitar 370.000 Tenaga Kerja Asing Domestik (Foreign Domestic Helper) di Hongkong, yang terdiri dari Filipina 48%, Indonesia 49.4%, dan 1,3 dari Thailand, presentase sisanya dari Negara-Negara lainnya baik dari Asia maupun bukan.
[6] Lih Zou, Shipeng, and Xuegong Yang. Rethinking Marx : Chinese philosophical studies, xxvi. Washington, D.C: Council for Research in Values and Philosophy, 2007. Print