Suara Warga 10 Desa Korban Perampasan Tanah Oleh TNI-AL di Pasuruan: Tolak Pengusiran!

Warga 10 desa di Pasuruan (Wates, Jatirejo, Pasinan, Balunganyar, Alastlogo, Semedusari, Tampung, Gejugjati dan Branang di Kecamatan Lekok Sementara Desa Sumberanyar di Kecamatan Nguling) mengeluarkan pernyataan sikap:

Menuntut Pro Aktif Pemerintah Daerah Kab. Pasuruan dalam Penyelesaian Sengketa Tanah Warga vs TNI-AL

 

Konflik antara warga dengan TNI AL di 10 desa (Wates, Jatirejo, Pasinan, Balunganyar, Alastlogo, Semedusari, Tampung, Gejugjati dan Branang di Kecamatan Lekok Sementara Desa Sumberanyar di Kecamatan Nguling) telah terjadi sejak tahun 1960-an, dengan luasan 3.676 ha. Pada tahun itu, Marinir (dulu KKO AL) melakukan perampasan tanah secara paksa (tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu, UU PA No 5 Th. 1960) kepada warga di 2 Kecamatan (Lekok dan Nguling). Dengan alasan tanah mereka akan digunakan untuk kepentingan militer (Pusat Latihan Tempur (PUSLATPUR)).

Namun setelah Orde Baru berkuasa, lahan tersebut justru dijadikan lahan bisnis militer. Seperti perkebunan yang diberikan kepada Puskopal, yang selanjutnya izin pengelolaan tersebut diberikan kepada Yayasan Sosial Bhumyamca (YASBUM), sebuah perusahaan yang berada di bawah koordinasi TNI-AL. Selama sengketa berlangsung, telah terjadi banyak intimidasi, perampasan, dan tindak kekerasan lain. Puncaknya pada 30 Mei 2007, terjadi penembakan oleh pasukan TNI AL yang menewaskan 4 orang dan belasan warga luka-luka di Ds. Alas Telogo (salah satu desa dari 10 desa sengketa – Kec. Lekok). Peristiwa ini kemudian disebut sebagai Tragedi Alastlogo.

Sengketa antara Marinir dan warga terus terjadi hingga 2019. Baru-baru ini, TNI AL melakukan pemagaran kawat berduri di lahan warga secara paksa. Akibatnya, warga tidak bisa melakukan aktivitas pertanian di lahannya. Tidak hanya itu, TNI AL juga menutup akses jalan yang selama ini digunakan warga sebagai akses keluar masuk kampung. Akses jalan ini juga digunakan oleh anak-anak sekolah saat hendak menuju sekolahnya. Sehingga warga dan anak-anak sekolah harus memutar melewati jalan yang lebih jauh untuk bisa beraktivitas diluar kampungnya.

TNI AL juga melakukan pelarangan sesuai surat edaran dari Lantamal V Surabaya No. B/208-04/18/50/Lant.V, yang isinya melarang penerbitan KTP, mendirikan bangunan, memasang jaringan listrik, memasang instalasi air minum dan pembuatan atau perbaikan jalan di atas tanah sengketa. Meskipun di areal tanah sengketa ini berdiri megah Perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTGU).

Ditambah lagi, saat ini TNI AL berencana merelokasi warga 10 desa itu dengan menyediakan lahan seluas 372 Ha. Namun warga 10 desa menolak dengan tegas rencana relokasi tersebut, mengingat lahan yang ditempati warga saat ini sudah menjadi bagian penting dari kehidupannya. Warga sudah menempati lahan tersebut secara turun-temurun sejak ratusan tahun silam, dibuktikan dengan bangunan rumah tua, kuburan dan saksi sejarah. Selain itu, warga yang rata-rata bekerja sebagai petani dan bertahan hidup dari hasil pertaniannya, tidak mungkin harus meninggalkan lahan yang selama ini mereka garap.

Namun, sangat disayangkan atas banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh warga masyarakat di 10 desa ini. Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan justru cendrung pasif, bahkan seolah takut untuk melindungi warganya dari intimidasi dan kesewenang-wenangan TNI AL. Padahal berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Pemda seharusanya berperan penting dan terlibat dalam proses penyelesaian konflik agraria tersebut. Juga disebutkan dalam pasal 22 ayat (2) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria, mengamanatkan Bupati/Walikota bertugas sebagai Ketua Gugus Tugas Reforma Agraria di tingkat Kab/kota.

Atas hal-hal tersebut di atas, kami warga 10 Desa di Kecamatan Lekok, Nguling dan Grati menuntut agar:

  1. Pemerintah daerah menolak rencana relokasi yang tengah direncanakan oleh TNI AL
  2. Pemerintah daerah melindungi warga masyarakat dengan menghapus segala larangan dan perlakuan sewenang-wenang TNI AL
  3. Memfasilitasi secara aktif (mengkoordinasikan dengan Pemprov Jatim dan Pemerintah Pusat) untuk percepatan penyelesaian sengketa tanah agar masyarakat mendapatkan hak-hak sebagaimana mestinya.

Pasuruan, 04 September 2019

Forum Komunikasi Tani Antar Desa
Koordinator Aksi

Lasminto
085234100087

 

*Sumber Gambar: jatimnet.com

Tinggalkan Balasan