Kekasih, Beri Aku Makna, Romansa Petualangan (Sajak-sajak A. Musawir)

Kekasih

I

Terbilang rindu

Pada gitar yang menjadikannya musik

Pada kata-kata yang menjadikannya lagu

Pada imaji yang menjadikannya endapan

Kenangan dalam hati

Harmoni terbilang

 

Catatan ini amat melankolis

Tentang yang telah lalu

Yang tak ku biarkan berlalu

Sebab waktu adalah pelajaran

Sebab sejarah adalah empu

 

II

Duhai Kekasih!

Aku merasakan kehadiran-Mu

Seperti merasakan kehadiran angin

Hanya kehadiran Yang Abadi

Yang membuatku berani

Terus berjaga-jaga

Atas segala kemungkinan datangnya rayuan

Para perusak semesta-Mu

 

Duhai Kekasih!

Bila waktuku di jalan-Mu

Bila jiwaku di tangan-Mu

Kau hendaki aku

Menjadi bagian dari mereka

Yang berjuang di jalan-Mu

 

III

Cukup diri-Mu

Cukuplah setiap bayangan semu;

Kedudukan dan benda-benda

Penghias jumud, jargon-jargon keabadian

 

Aku di sini

Tak hilang diri

Dan masih berbentuk

Datang berbenah ke rumah-Mu;

Rumah yang tak berkamar

Rumah tanpa kelas

Rumah yang selalu berkumandang

Membesarkan nama-Mu;

Menghapus segala kesombongan

Yang mengatasnamakan keadilan!

 

IV

Kasih, aku telah berhenti menjadi bintang iklan di perusahaan itu, sebab di belakangnya ada sungai limbah yang gelap dan dalam

Kasih, aku telah berhenti menjadi tim kampanye partai itu, sebab di baliknya ada benalu. Semak-semak yang berisi mesin pencetak uang dan kepentingan hitam

Kasih, aku telah berhenti menjadi pembantu. Membudak pada komprador asing yang punya tujuan pesing

Kasih, aku telah berhenti menjadi orang ‘sok alim’, yang mendakwakan diri menjadi penjihad, sebab yang ada di hati hanyalah sifat Bal’am; si Pendusta

Kasih, hentikan aku dari setiap kepura-puraan ini; mengisi ruang demi mengabadikan diri, memburu waktu demi status tak tahan diri, membuat ilusi seribu wajah dari satu wajah yang penuh malu, berkumpul demi gengsi, berjuang demi gengsi, dan aku tak ingin mati dalam keadaan gengsi

Kasih, aku merasa takut

Tapi dalam takutku ada keberanian yang siap meledak!

Malang, 2015

 

Beri Aku Makna

__Lampu dan layar telah dimatikan__

Kesan apa yang bisa kau dapatkan

Dari sebuah nyala yang telah padam?

 

Beri aku makna

Pada lezat Sop Tom Yum

Juga pada air hangat di toilet mewahmu

Juga kemeriahan sorak-sorai; “Semangat!!”

Yang menggoncang ballroom hotelmu

 

Beri aku makna

Pada tusuk gigi yang berjatuhan di lantai

dan sajadah lusuh di mushala kecil

Yang terbaring di pojok restoran kelasmu

 

Seorang officeboy di sebuah hotel

Telah mati bunuh diri kemarin pagi

Istrinya baru diceraikan pekan lalu

Ohoi! Berita duka yang murung

Tak pernah dapat simpati dari bulatan kacamatamu

Dan koran-koran seperti mayat

Terbaring, berlalu di ruang lobby

 

__Seekor semut berhasil masuk di ruang full-AC,

walau akhirnya harus mati

di tanganmu__

 

Beri aku makna saja!

 

Malang, 2014

 

Romansa Petualangan

Dari ujung kuku sampai sel-sel DNA

Kujalankan tubuh kurusku

Lewat kata-kata lantang:

“Akulah diktat bagi diriku sendiri!”

Terikakku pada langit para pendikte

 

Dari sebuah kampung sampai ke pusat kota

Kuajak kakiku mengenali tanda-tanda

Kusalami lampu-lampu lalu lintas;

Kedipannya tak pandang bulu

Katanya ia lebih setia

Dibandingkan jargon-jargon hukum dan keadilan

 

Dari lurus punggungku sampai ke lekuk punggungMu

Kuajarkan hatiku membuka matanya

Lebih lebar dari sekedar bulatan kelamin dunia

 

Oi! Kupandangi lidah-lidah menjulur

Dari mulut lebar seorang penguasa

Melepaskan anjing-anjingnya

 

Oi! Kujumpai para penulis gagu dalam ngorok tidurnya

Lalu kudatangi para musafir sejati yang mengucapkan kata;

“Talak tiga” kepada mesin-mesin pendusta

Dan telah kutapaki rambut waktuMu

Yang terus tumbuh, bercabang hitam-hitam nan panjang

 

*Setiap hari Senin, redaksi akan menayangkan kumpulan puisi karya A. Musawwir.

 

Tentang Penulis: A. Musawir, Lahir pada 07 Mei 1989, Pamekasan, Madura. Minat belajar sastra, khususnya puisi dan karya fiksi. Pernah tinggal di Jogjakarta, mendalami karakter sebagai penjual Es Tebu di Jl. Gedongkuning, Pilahan, Kotagede (2016). Ketua Komunitas Seni-Budaya Lembah Ibarat, Kalimetro, Malang (2013-2014). Kepala Divisi Pendidikan Publik Malang Corruption Watch (MCW) (2013-2015). Singgah di Jurusan Bahasa dan Sastra Arab, Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang (2008-2009), mutasi ke Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris di kampus yang sama (2009-2012/tidak lulus). Kini penulis tinggal di Kota Malang bersama istri tercintanya, mendalami karakter sebagai penjual Molen Mini di daerah Watugong, Lowokwaru.

Sumber gambar utama: case.edu

Tinggalkan Balasan